Minggu, 24 Maret 2019

Ipul (Sahabat yang Sempat Terlupa)


Malam ini terbesit tiba-tiba tentangmu sob....

Pikiranku seketika melayang membayangkan raut wajahmu sobat. Kau tahu sobat, hanya rasa bersalah yang tersisa. Kalimat seperti "kenapa dulu kita tak sering bersua" atau "kenapa dulu kita tidak intens berkabar". Setelah lulus dari seragam putih abu-abu memang dari kita seperti sibuk menata hidup kita masing-masing. Tapi itu tidak mewakili alasan kuat dari kalimat-kalimat rasa bersalahku yang terngiang di benak. Sobat... kamu yang aku kenal adalah seorang dengan segala hal positif yang tersandang. Masih segar di ingatan saat sebelum kali terakhir kita berjumpa, kamu masih mengoceh tentang hal-hal besar tentang cita di masa depan. Kamu ingin menjadi pengusaha selalu menyemangati teman tanpa sebercik rasa putus asa. Matamu berbinar-binar tak kala kita berbincang panjang lebar. Meski kamu saat itu yang tidak meneruskan ke jenjang kuliah tapi hal itu tak membuatnya terlihat minder apa lagi putus asa untuk menyerah, bahkan semangatmu mengalahkan keyakinanku tentang sukses di masa depan.

Penyesalan terakhirku saat tidak dapat mendampingi jasadmu berlalu ke bogor untuk dikebumikan. Andai kabar tetangmu datang lebih awal mungkin aku dapat melihat wajahmu sobat untuk yang terakhir kalinya, memberi penghormatan terakhir sebagai tanda kau orang yang luar biasa. Kau salah satu sahabat terbaikku, putih abu-abu ku dominan tentang cerita dirimu atas persahabatan kita.

Kali terakhir bertemu denganmu, kau lemah dengan benjolan kelenjar di lehermu. Masih ada senyum kecil di bibir itu. Tak kala aku dan teman-teman yang lain menjengukmu. Iya... kamu masih tetap bisa tersenyum. Begitulah dirimu sobat.

Saat mendapat kabar kepulanganmu sobat, di kamar kecil tempat tinggalku aku menangis sambil mentelfon ibuku. Terisak tak tahu harus berbuat apa, saat itu hanya ibu yang terpintas dibenak untuk berbagi kabar pilu ini. Mungkin sekedar cari pelampiasan agar berkurang rasa sesak di dada.

Kini kau telah pergi.... penyesalan ini aku tahu betul kau takan merestui. 
Aku hafal betul itu, kamu akan seperti itu dan selalu seperti itu. Sebab itu banyak yang menyanyangimu, peduli tentangmu dan bangga terhadapmu.


Aku tulis narasi ini mungkin sekedar ingin mengurangi penyesalanku atau barangkali aku meridukanmu sobat....


Balikpapan, 24 Maret 2019

Kikie Briyo